Ketua SPI Lampung Kecam Dugaan Penghalangan Wartawan Oleh Oknum Guru Miftahul Jannah
Bandar Lampung, hariansatelit.com
Seorang Siswa berinisial HMR yang lahir di Sukabumi pada 04 Maret 2006, merupakan Santri SMA IT Miftahul Jannah yang terletak di Jl. Bhayangkara Gg. Kutilang Rajabasa Raya, Kecamatan Rajabasa, Kota Bandar Lampung.
Selain HMR, adiknya yang bernama M. Farel Adha juga menempuh pendidikan di tempat yang sama.
Kedua Kakak beradik tersebut, tinggal di rumah Neneknya, Beta Suri, sejak ibunya meninggal saat HMR kelas 2 SD. Sementara ayahnya, Heri Yanto Dinta, telah menikah lagi.
HMR terancam tidak dapat bersekolah di SMA IT MIftahul Jannah akan dikeluarkan dan harus membayar tunggakan sebesar Rp 23.000.000 di sekolah tersebut.
Mendapat informasi dari HMR, Ketua Yayasan, Sekolah SMA IT Miftahul Jannah, Harsono, enggan ditemui Awak Media (Wartawan) bernama Novis, untuk diminta konfirmasi terkait hal tersebut, Jumat (24/11/2023) lalu.
Padahal, menurut pria yang tergabung di Organisasi Solidaritas Pers Indonesia (SPI) Prov. Lampung ini, dirinya hendak mengkonfirmasi atas infirmasi yang didapat guna memenuhi Cover Both Side (perimbangan berita), sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik.
Lanjut Wartawan clickinfo.co.id ini, harusnya sebagai lembaga pendidikan, Staf maupun Guru, dapat memberikan sikap yang sopan, ramah dan humanis kepada setiap tamu yang datang. Apalagi Kita (Wartawan-red), menjalankan tugas Jurnalistik diatur UU Pers No. 40 tahun 1999.
“Jangan ada kesan bahwa SMA IT Miftahul Jannah, tertutup dan tidak dapat disentuh oleh hukum,” ujar Novis, saat melaporkan peristiwa yang dialaminya ke Ketua DPW SPI Provinsi Lampung, Hertop Halil, Sabtu (02/12/2023).
Diceritakan Novis, dirinya tiba di Pintu Gerbang SMA IT Miftahul Jannah sekira pukul. 09.45 WIB dengan niat untuk mengonfirmasi. Lalu, Ia disuruh mengisi Buku Kendali Siswa. Namun ditolaknya, sehingga diganti dengan Buku Tamu Khusus.
“Berselang 15 menit kemudian, karena tidak ada yang bisa diajak ngobrol, Saya bertanya kepada salah seorang Staf yang ada di dalam ruang kantor tersebut Kemana ibu tadi keluar?” kata Novis.
“Apakah Saya bisa menemui Ketua Yayasan Miftahul Jannah, Bapak Harsono?. Staf yang Saya tak menjawab dan berlalu pergi keluar begitu saja,” jelas Novis.
Lanjut Novis, kemudian dirinya mencoba mendekati salah satu meja dimana ada seorang diduga Guru sedang mengetik. Dirinya memperkenalkan dari media clickinfo.co.id, ingin ketemu Ketua Yayasan Pak Harsono
“Tidak bisa ditemui! HP Saya dipukul dengan buku dan ditutup-tutupi, serta mengusir Saya,” ungkap Novis menceritakan apa yang dialaminya.
Sementara itu, mendapat laporan dari jajarannya, Ketua DPW SPI Provinsi Lampung, Hertop Halil, kepada Awak Media parnerts SPI menyayangkan dan mengecam keras hal itu terjadi, apalagi menjelang Hari Guru.
“Kami selaku Lembaga dimana Wartawan tersebut bernaung, sudah membentuk Team dan akan menindak lanjuti kejadian ini dan mungkin akan mengambil langkah-langkah hukum sesuai dengan aturan dan perundang-undangan yang berlaku di Negara Republik Indonesia.
Hertop juga mengingatkan, bahwa ada sanksi hukum bila menghalang-halangi Wartawan dalam menjalankan tugas Jurnalistiknya. Hal tersebut dimuat di Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers) yakni pasal Pasal 18 ayat (1) UU Pers. Dimana setiap orang yang menghalangi wartawan melaksanakan tugas jurnalistik dapat dipidana 2 tahun penjara atau denda paling banyak Rp 500 juta.
Mengenai SMA IT Yayasan Miftahul Jannah, diakui Hertop bahwa dirinya juga mendapat informasi bahwa di dalam Asrama, Oknum Guru memperlakukan Santri didiknya kurang terpuji.
Sementara itu, ketua tim investigasi WN 88 Provinsi Lampung Mistorani mengatakan setiap berita pasti berisi unsur 5W + 1H, yang terdiri atas What (apa), Where (di mana), When (kapan), Who (siapa), Why (mengapa), dan How (bagaimana).
Mistorani mengatakan dalam berita itu wartawan tidak merinci biaya sebesar Rp 23.000.000 itu untuk apa saja. Apakah untuk bayar Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP), laboratorium, atau biaya makan dan minum di asramar. Karena dalam berita itu disebutkan bahwa HMR adalah santri dan siswa SMA IT Miftahul Jannah.
“Kalau santri, tentunya HMR tinggal di asrama pondok. Nah apakah dia akan dikeluarkan dari Pondok, apakah dia akan dikeluarkan dari sekokahnya yakni SMA IT Miftahul Jannah,” katanya.
Kemudian kata Mistorani dalam berita itu juga tidak diceritakan apakah orang tua atau wali murid HMR dan M. Farel Adhi pernah meminta keringanan atau bahkan dibebaskan dari segala biaya ke pihak pondok atau SMA IT Miftahul Jannah.
“Wartawan itu baru mendapat informasi dari santri/murid SMA Miftahul Jannah yang bernama HMR saja,” tukasnya.
Pada alinea ke tiga juga kata dia, disebutkan kedua kakak beradik tersebut, tinggal di rumah neneknya, Beta Suri, sejak ibunya meninggal saat HMR kelas 2 SD. Sementaranen ayahnya, Heri Yanto Dinta, telah menikah lagi.
“Saya bingung deh, sebenarnya kedua kakak adik ini tinggal di asrama SMA IT Miftahul Jannah apa di rumah neneknya, Beta Suri sih,” tanya Mistorani.
Pada alinea ke 10, ” berselang 15 menit kemudian, karena tidak ada yang bisa diajak ngobrol, saya bertanya kepada salah seoarang staf yang ada di dalam ruangan kantor tersebut kemana ibu tadi keluar?” kata Novis.
“Nah, ibu yang dimaksud itu siapa, apa ibu guru apa ibu setaf atau ada ibu lain, karena dalam kelimat sebelumnya tidak menyebutkan kata ibu,” ujar Mistorani. (Herwan/Mar)