Angka Stunting di Pringsewu Tahun 2023 Turun 15,8 Persen
Pringsewu, hariansatelit.com
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pringsewu melalui Dinas Kesehatan (Dinkes) setempat menggelar Rapat Pembentukan dan Evaluasi Jejaring Skrining Layak Hamil, Antenatal Care (ANC) dan Stunting.
Kegiatan yang dihadiri peserta dari RSUD, UPT Puskesmas, Klinik, organisasi profesi kesehatan, serta tokoh lintas agama, dengan narasumber dari Poltekes Tanjungkarang, Dinas Kesehatan, serta Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Pringsewu ini dibuka Penjabat (Pj) Bupati Pringsewu Marindo Kurniawan, diwakili Staf Ahli Bupati Bidang Pemerintahan, Hukum dan Politik Hipni, Senin (12/8/2O24).
Hipni mengatakan angka stunting di Kabupaten Pringsewu berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022 dan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, mengalami penurunan, yakni dari 16,2 persen pada 2022 menjadi 15,8 persen pada 2023.
Sedangkan berdasarkan E-PPGBM by name by address, dari 5,5 persen pada 2022 (1.640 balita stunting), menjadi 5,17 persen pada 2023 (1.405 balita stunting).
“Ini sejalan dengan inisiatif Percepatan Penurunan Stunting yang diluncurkan pemerintah melalui Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden Nomor 42 tahun 2013 tentang Gernas PPG dalam kerangka 1.000 HPK. Indikator dan target penurunan stunting ini telah dimasukkan sebagai sasaran Pembangunan Nasional dan tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024, yaitu penurunan prevalensi stunting 14 persen dan penurunan prevalensi wasting 7 persen,” katanya.
Stunting sebagai kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya, kata Hipni, terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah anak lahir. Namun stunting baru ternampak selepas anak berusia 2 tahun. Hal ini tentu memerlukan penanganan dan perhatian dari semua pihak.
“Untuk itu, sangat penting melakukan pencegahan potensi stunting yang dimulai sejak seorang menjadi calon pengantin. Dalam hal ini, calon pengantin harus melakukan pemeriksaan kesehatan tiga bulan sebelum menikah karena apabila ditemukan ketidaknormalan atau kondisi patologi pada calon ibu dan ayah, dibutuhkan waktu tiga bulan bagi memperbaiki kondisi tersebut,” ujarnya.
Sehingganya pada saat menikah dan hamil, calon ibu dan ayah sudah dalam kondisi sehat. Selain itu, perlu dilakukan pendampingan oleh Kementerian Agama melalui program Bina Perkawinan, dan Tim Pendamping Keluarga (TPK).
Untuk mendukung keseluruhan program Pembentukan Jejaring Skrining Layak Hamil, Pemeriksaan Ibu Hamil, Antenatal Care (ANC) dan Tata Laksana Stunting, dibutuhkan kolaborasi dan koordinasi semua pihak.
“Semoga upaya yang dilakukan secara bersama lintas program dan lintas sektoral, dapat menurunkan stunting di Kabupaten Pringsewu pada 2024.
Selain itu, diperlukan prasyarat pendukung yang mencakup komitmen politik dan kebijakan untuk pelaksanaan, keterlibatan pemerintah dan lintas sektoral.
Semoga kegiatan ini benar-benar mampu menyamakan persepsi dalam mendukung Penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi serta stunting di Kabupaten Pringsewu.
Sebab tanpa kesatuan pemikiran dan sinergitas semua stakeholder terkait akan sulit terwujud,” katanya lagi. (Sanusi)